BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tasawuf, bukanlah
sesuatu yang dengannya manusia dapat melakukan sebuah pelarian, bukanlah
sesuatu yang dengannya manusia dapat berpangku tangan terhadap hidup.
Melainkan, tasawuf adalah suatu metode penyucian jiwa dan pembening hati, yang
menjadi bekal utama manusia dalam menggeluti ranah kehidupannya yang, pada
dasarnya tidak pernah terlepas dari berbagia macam persoalan. Tasawuf
membimbing manusia dalam pengembangan kinerja ukhrawi dan sekaligus juga
duniawi. Seorang sufi, bukanlah seseorang yang melepaskan dirinya dari dunia.
Melainkan, mereka adalah pribadi-pribadi yang mampu mengguncang dunia. Tidak
pernah melarikan diri dari masalah, namun menyongsongnya. Dengan berbekal
nurani yang tercerahkan, para sufi tampil ke depan dan menghadapi semua bentuk
tirani bumi, serta membangun pondasi-pondasi peradaban dunia baru. Dalam
berkemngnya ilmu tasawuf , dan banyak orang yang berpikir secara filosofis ,
maka lahirlah beberapa aliran yang didalamnya terdapat beberapa perbedaan yang
sesuai dengan pemikirannya dan kepercayannya dari masing masing aliran .
B. Rumusan Masalah
Berdsarkan
latar belakang di atas , penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa saja aliran
yang ada dalam perkembangan tasawuf ?
C.
Tujuan
Penulisan
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Untuk
mengetahui aliran yang ada dalam perkembngan tasawuf beserta ajarannya.
D.
Metode
Penulisan
Makalah
ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan
menggunakan teknik studi pustaka, yang artinya penulis mengambil data melalui
kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dngan tema makalah.
E.
Sistematika
Penulisan
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
1.4 Metode Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Macam-Macam
Aliran Tasawuf
Bab III Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Macam
– Macam Aliran Tasawuf
Orang yang pertama
memberikan perhatian kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam tasawuf Islam itu
adalah Fakhruddin Al Razi. Secara garis besar, alam pemikiran tasawuf dalam
Islam telah melahirkan tujuh aliran besar. Ketujuh aliran itu adalah :
1. Aliran Ittihad (bersatunya
manusia dengan tuhan)
Ittihâd berasal dari kata
ittahad-yattahid-ittihâd (dari kata wâhid) yang berarti bersatu atau
kebersatuan. Sedangkan ittihâd menurut Abû Yazîd al-Busthâmî secara komprehensif
maupun secara etimologis berarti integrasi, menyatu, atau persatuan. Dan secara
istilah, ittihâd merupakan pengalaman puncak spiritual seorang sufi, ketika ia
dekat, bersahabat, cinta, dan mengenal Allah sedemikian rupa hingga dirinya
merasa menyatu dengan Allah. Ittihâd dicapai dengan beberapa proses (maqâmât)
dengan tazkiyat al-nafs hingga melewati mahabbah dan ma‘rifah kemudian
mengalami fanâ’ dan baqâ’ sebagai pintu gerbang menuju ittihâd. Dengan kata
lain sebelum mengalami ittihâd para sufi harus mengalami al-fanâ’ ‘an al-nafs
dan al-baqâ’ bi Allâh. Fanâ’ secara etimologis berarti keluruhan diri
kemanusiaan, hancur, lenyap dan hilang. Sedangkan baqâ’ secara etimologis
berarti kekal, abadi, tetap dan tinggal.
Zun Nun Almisry (245 H) adalah sufi yang
pertama kalinya mengemukakan faham ma`rifah dalam tasawuf dan dalam
perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang hakiki adalah ma`rifah
sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara khusus karena mereka
menyaksikan Allah dengan hati mereka, maka terbukalah bagi mereka apa-apa yang
tidak terbuka bagi orang lainnya. Dan ma’rifat adalah proses akhir, dan justru menjadi awal beragama
secara sejati. Inilah makna dari perkataan yang masyhur dari salah seorang
sahabat Rasul Ali r.a.: “Awaluddiina Ma’rifatullah”. Awalnya Ad-Diin adalah
mengenal Allah. Makrifat justru baru awalnya beragama, bukan tujuan. Karena
dengan mengenal Dia yang sebenarnya, barulah seseorang berinteraksi dengan
Ad-Diin yang sebenarnya pula.
2.
Aliran
Hulul (Inkarnasi)
Al-Hulul adalah kepercayaan bahwa Allah
bersemayam di tubuh salah seorang, yang kiranya bersedia untuk itu, karena
kemurnian jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut
akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj. Secara harfiah hulul berarti
Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah
dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Menurut keterangan
Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma' sebagai dikutip Harun Nasution, adalah paham
yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dilenyapkan. Di dalam teks Arab pernyataan tersebut berbunyi: "Sesungguhnya Allah memilih jasad-jasad
(tertentu) dan me-nempatinya dengan makna ketuhanan (setelah) menghilangkan
sifat-sifat kemanusiaan". Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada
manusia ini, bertolak dari dasar pemikiran al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada
diri manusia terdapat dua sifat dasar yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut
(kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian manusia dalam
bukunya bernama al-thaiwasim. Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, la hanya
melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendian-Nya itu terjadilah dialog antara
Tuhan dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang didalamnya tidak terdapat kata
ataupun huruf.
Tokoh yang
mengembangkan paham al- Hulul, sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang
mengembangkan paham al-Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein
bin Mansur al-Hallaj. la lahir tahun 244 H. (858 M.) di Negeri Baidha, salah
satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith,
dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar pada seorang
Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di Negeri
Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi
bernama Amr al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar
pada. al-Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah juga menunaikan
ibadah haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup yang singkat ini
jelas bahwa ia memiliki dasair pengetahuan tentang tasawuf yang cukup kuat dan
mendalam. Dalam
perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara akibat konflik
dengan ulama fikih. Pandangan-pandangan tasawuf yang agak ganjil sebagaimana
akan dikemukakan di bawah ini menyebabkan seorang ulama fiqh bernama Ibn Daud
al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan memberantas pahamnya.
Al-lsfahani dikenal sebagai ulama fikih penganut mazhab Zahiri, suatu mazhab
yang hanya mementingkan zahir Nas ayat belaka. Fatwa yang menyesatkan yang
dikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj,
sehingga al-Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam
penjara, dia dapat meloloskan diri berkat bantuan seorang sifir penjara.
3.
Aliran Ittishal
Aliran tasawuf Ittishal dikemukakan oleh
para filsuf Islam terutama Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail.
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi di dalam
mengemukakan konsepsinya tentang tasawuf, tidak terlepas dari keahliannya
sebagi filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah amal
untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan badaniyah saja,
tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu sendiri.
Al-Farbi memandang tingkat ma`rifah
manusia dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan apabila manusia telah berada
diatas jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia mampu menerima nur ketuhanan,
berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al.di tingkat ini manusia tidak lagi
berada dalam tingkat ijtihad tetapi telah berda dalam tingkat pemberian Tuhan
hingga dapat berhubungan langsung dengan Tuhan(Ittishal).
Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral
segal sesuatu adalah akal, maka dalam tasawufnya ia berpendapat bahwa tujuan
tasawuf terkhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud
kesempurnaan ittishal dengan Al Aqlu Fa`al. Perkembangan akal dan
peningkatannya tidak bisa lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan dan
pembersihannya.
4.
Aliran isyarq
Tokoh aliran Isyraq
adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash Suhraward. Sejak kecil ia telah belajar
agamadan menghafal Al-Qur`an kemudian belajar di Maraghah berguru dengan Imam
Mahyuddin Al Jilli, dilanjutkan dengan belajar kepada Zahiruddin Al Qari di
Asfahan, dan diteruskan dengan belajar kepada Al Mardini.
Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya
kepada Isyraq. Kata Isyraq berasal dari bahasa Arab yang berarti timur. Secara
etimologi mengandung maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.
5.
Aliran Ahlul Malamah
Kaum
ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah, Malamiyyah atau terkadang
juga disebut sebagai Ahl al-Malamah, yang pada dasarnya, memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam dunia tasawuf.
Nama kaum ini, diambil dari kata malamah,
yang secara bahasa yang artinya “celaan”, malamah mengandung arti bahwa mereka
tidaklah menganggap pendapat orang dalam tingkah peribadatan mereka terhadap
Tuhan. Kaum Malamati adalah orang-orang suci yang dengan sengaja menjalani
kehidupan hina, dengan tujuan untuk menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual
mereka. Aliran Ahlul Malamah lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga
hijriyah.Ahlul Malamah adalah sekumpulan orang yang mencela dan merendahkan
diri mereka karena itulah tempat kesalahan-kesalahan.
Ajaran kaum malamatiyah ini pada
dasarnya ialah mencela diri sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan
orang untuk melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga
kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Pendiri
kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi abad ke-3 H/9 M, yang
berasal dari Naisyapur di Khurasan. Kaum Malamatiyyah mengikuti teladan
dirinya, yaitu hidup secara batiniah dalam kebersatuannya dengan Allah,
sementara secara lahiriah, mereka bertindak seolah-olah terpisah dari Tuhan. Dalam
tasawuf, sikap pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah watak permanen
dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak penyalahgunaan yang dinisbatkan
terhadap namanya, misalnya untuk mencampakkan syariat dan etika atau adab
tradisional.
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing
dan pemimpin manusia di jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka
yang tampak berbeda dari orang-orang awam. Satu di antara mereka, adalah
Muhammad, Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan segala sesuatunya di tempat
yang seharusnya.
6. Aliran Wahdatul Wujud
(pantheisme)
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kata al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan. Pengertian wahdatul wujud yang terakhir itulah yang selanjutnya digunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nast yang ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut Khalq dan yang sebelah dalam disebut Haqq. Kata-kata khalq dan haqq inj; merupakan padanan kata al-'Arad (accident) dan al-Jauhar (substance) dan al-Zahir (lahir-luar-tampak), dan al-bathin (dalam, tidak tampak).
Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar yang disebut al-Khalq (makhluk) Al'arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-tampak), dan aspek dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar (substance-hakikat), dan al-bathin (dalam).
Selanjutnya paham
ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua aspek tersebut yang sebenarnya
ada dan yang terpenting adalah aspek batin atau al-haqq yang merupakan hakikat,
essensi atau substansi. Sedangkan aspek al-khalq, luar dan yang tampak
merupakan bayangan yang ada karena adanya aspek yang pertama (al'haqq). Paham
ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham bahwa antara makhluk (manusia)
dan al-haqq (Tuhan) sebenarya satu kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang
sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya bayang atau
foto copy dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa
Allah sebagai diterangkan dalam al-hulul, ingin melihat diri-Nya di luar
diri-Nya, dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian alam ini
merupakan cermin bagi Allah. Pada saat la ingin melihat diri-Nya, ia cukup
dengan melihat alam ini. Pada benda-benda yang ada di alam ini Tuhan dapat
melihat diri-Nya, karena pada benda-benda alam ini terdapat sifat-sifat Tuhan,
dan dari sinilah timbul paham kesatuan. Paham ini juga mengatakan bahwa yang
ada di alam ini kelihatannya banyak tetapi sebenarnya satu. Hal ini tak ubahnya
seperti orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di
sekelilingnya. Di dalam tiap cermin ia lihat dirinya kelihatan banyak, tetapi
sebenarnya dirinya hanya satu. Dalam Fushush al'Hikam sebagai dijelaskan oleh
al-Qashimi dan dikutip Harun Nasution, fama wahdatul wujud ini antara lain
terlihat dalam ungkapan: “Wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak
cermin ia menjadi banyak”
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus di tahun 1240 M. Selain sebagai sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya menurut perhitungan mencapai lebih dari 200, di antaranya ada yang hanya 10 halaman, tetapi ada pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab Futuhah al'Makkah. Disamping buku ini, bukunya yang termasyhur ialah Fusus al-Hikam yang juga berisi tentang tasawuf.
Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami al-Hallaj.
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus di tahun 1240 M. Selain sebagai sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya menurut perhitungan mencapai lebih dari 200, di antaranya ada yang hanya 10 halaman, tetapi ada pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab Futuhah al'Makkah. Disamping buku ini, bukunya yang termasyhur ialah Fusus al-Hikam yang juga berisi tentang tasawuf.
Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami al-Hallaj.
7.
Aliran Ahlus Sunah
As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau
cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara
kejelekan. Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan
yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam
serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah orang-orang yang
berupaya memahami dan mengamalkan As-Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan
membelanya. Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu’ dengan
arti mengumpulkan yang tercerai berai.
Istilah ahlu sunnah
yang paling tua pernah dicatat adalah berasal dari kata-kata Ibnu Siiriin,
seorang tabi'i yang hidup dizaman akhir pemerintahan Muawiyah dan awal pemerintahan
Yazid bin Muawiyah. Ibnu Siiriin hidup pada tahun 33H-110H. Kata-kata ibnu
siiriin itu diabadikan dalam Sahih Muslim hadits nomor 27 sbb:
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ عَاصِمٍ الأَحْوَلِ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ.
Dahulu kami tidak bertanya soal sanad, namun ketika terjadi fitnah maka sebutkanlah pada kami rijal2 kamu dan lihatlah bila itu dari ahlu sunnah maka ambillah hadits mereka dan lihatlah bila dari ahli bid'ah maka janganlah kamu ambil hadits mereka.
Walaupun dari asal kata
ahlu sunnah di sini adalah orang yang mengikuti sunnah nabi, namun di balik itu
bisa kita lihat muatan politisnya. Zaman fitnah yang dikatakan ibnu siiriin
tentulah apa yang dia lihat dari pergolakan politik Muawiyah/Yazid melawan Ali
ra. Sehingga ahlu bid'ah yang dimaksud pastilah Syiah. Hal ini berarti bahwa
istilah ahlu sunnah pertama kali diperkenalkan bukan mengacu pada "yang
mengikuti sunnah nabi" - karena Syiah juga meriwayatkan hadits/sunnah
nabi- melainkan lebih sebagai istilah anti syiah/golongan yang
berseberangan dengan syiah, yaitu orang-orang yang berada di sisi
muawiyah/yazid. Nampaknya kata-kata Ibnu siiriin inilah yang dikemudian hari
membuat dua golongan yang asalnya merupakan golongan yang berbeda dalam orientasi
politik berkembang menjadi dua aliran dalam islam: ahlu sunnah dan syiah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kalau kita lihat kepada
berbagai aliran itu dengan ajran-ajaran yang terkandung didalamnya, maka
sebagian dari aliran-aliran tersebut masih tetap berada dan lurus menurut jalan yang di tetapkan
oleh Al-Qur`an dan hadits, dan sebagian lainnya ada yang menyimpang dalam
bentuk ajaran-ajaran yang ekstrim.
DAFTAR
PUSTAKA
http://makalah-arsipku.blogspot.com/2011/01/aliran-tasawuf.html
http://sholawat.blogdetik.com/category/mencintai-rasulullah/page/103/
http://suryadhie.wordpress.com/2007/08/06/agama-aqidah-artikel-islam-7/
http://myquran.org/forum/index.php?topic=72127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar