BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi secara umum di
pahami sebagai cabang dari filsafat,[1] yang secara umum mempelajari
gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan
emosi. Namun dalam perjalanannya objek kajian psikologi bergeser kedalam
wilayah agama sehingga muncul psikologi agama sebagai cabang dari psikologi itu
sendiri.
Sedangkan perhatian bagi
psikologi agama meliputi: bentuk-bentuk institusional agama, arti personal
terhadap bentuk institusional dan hubungan agama dengan struktur kepribadian. Dalam
tulisan ini akan sedikit dibahas mengenai konversi agama perpindahan agama/pertaubatan
yang menurut Dr. Jalaludin dalam psikologi agama dikategorikan dalam bab
tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
Konversi agama adalah suatu Perubahan tersebut bukan hanya
berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga
perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri. Adapun Permasalahan dalam materi konversi
agama ini, dalam segi pengertian, faktor dan proses .
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang
menjadi pokok permasalahan dan dijadikan rumusan masalah dalam pembahasan kali
ini adalah:
1.
Apa pengertian Konversi Agama ?
2.
Apa faktor penyebab terjadinya Konsersi agama ?
3.
Bagaimana Proses Konversi Agama ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah:
1.
Untuk mengetahui Apa pengertian
Konversi Agama.
2.
Untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya Konsersi agama .
3.
Untuk mengetahui Proses Konversi
Agama.
D.
Metode Penulisan
Adapun metode
penulisan yang dipakai penulis dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
menggunakan menggunakan metode kepustakaan dan internet.
E.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah:
1. Kata pengantar
2. Daftar Isi
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
4. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konversi Agama.
B. faktor
penyebab terjadinya Konsersi agama .
C. Proses
Konversi Agama.
5. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONVERSI
AGAMA
Secara Etimologi, Agama berasal dari bahasa latin conversion, yang berarti taubat,
pindah, berubah (agama). Kata tersebut selanjutnya dipakai dalam bahasa Inggris
conversion, yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan, atau
dari suatu agama ke agama lain (change from state of from one religion to
another). Dari makna-makna kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi
agama mengandung pengertian; bertaubat, berubah agama, berbalik pendirian
terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.
Makna konversi agama secara terminologi ada
beberapa pengertian. Menurut Prof. Dr. Zakiyah Daradjat menyebutkan konversi
agama secara terminologi berarti berlawanan arah, yang dengan sendirinya
konversi agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan
arah dengan keyakinan semula.[2]
Maksud yang sama, dengan penterjemahan kata
konversi agama sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin adalah suatu tindakan di
mana seseorang atau kelompok orang yang masuk atau berpindah ke suatu sistem
kepercayaan atau perilaku yang berlawanan arah dengan kepercayaan sebelumnya.
Oleh karena itu mempunyai dua pengertian, pindah dari suatu agama ke agama yang
lain atau pindah dari suatu tingkatan pendalaman dalam satu agama ke tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu dari keadaan belum memahami menjadi memahami dan
melaksanakan.
Walter
Houston Clork dalam The Psychology of Religion memberikan pengertian konversi
sebagai pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah
yang cukup berarti dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas
dan tegas lagi konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang
tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah swt secara mendadak, telah terjadi
yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi
perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Istilah
konversi agama ada dua madzhab. Pertama, makna konversi sesuai asal bahasa
yakni perubahan. Semua perubahan disebut konversi, baik itu perubahan keyakinan
dari Islam ke non Islam ataupun dari non Islam ke Islam yang jelas mengalami
perubahan agama. Kedua, konversi agama juga banyak
menyangkut masalah psikologi (kejiwaan) manusia dan pengaruh lingkungan dimana
manusia berada.
Konversi agama
memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
1. Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang
terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2. Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan
sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
3. Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan
kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga perubahan pandangan
terhadap agama yang dianutnya sendiri.
4. Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka
perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari yang Maha Kuasa.
B. FAKTOR YANG MENYEBABKAN
TERJADINYA KONVERSI AGAMA
Beberapa ahli berbeda pendapat dalam
menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi. William James dalam bukunya
“The
varietes of religious experience” dan Max Heirich dalam bukunya “change
of heart” banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya
konversi agama tersebut.
Dalam buku tersebut diuraikan pendapat para
ahli yang terlibat dalam berbagai disiplin ilmu. Masing-masing mengemukakan
pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung di dominasi oleh
lapangan ilmu yang mereka tekuni.
1. Para ahli agama mengatakan bahwa yang menjadi faktor
pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh
supranatural berperanan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama
pada diri seseorang atau kelompok.
2. Para ahli sosiologi berpendapat yang menyebabkan
terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial.
3. Para ahli psikologi berpendapat bahwa yang menjadi
pendorong terjadinya konversi adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh
faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi
seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka
akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi
jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan batin seseorang itu menjadi
kosong dan tak berdaya sehingga mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu
memberinya kehidupan jiwa yang terang dan tenteram.[3]
Dalam uraian
William james yang meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi
agam menyimpulkan sebagai berikut:
1. Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa
yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul presepsi
baru, dalam suatu bentuk ide yang bersemi secara mantap.
2. Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis
ataupun secara mendadak tanpa suatu proses.
Berdasarkan gejala tersebut maka dengan
meminjam istilah yang digunakan starbuckia
membagi konversi agama menjadi dua tipe yaitu :
a. Tipe Volitional
Konversi agama
tipe ini adalah konversi yang terjadi secara berproses sedikit demi sedikit
sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru.
Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses
perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan
suatu kebenaran.
b. Tipe Self-Surrender [Perubahan
Drastis]
Konversi agama
tipe ini adalah konversi yang terjadi sevcara mrndadak. Seseorang tanpa
mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu
agama yang dianutnya. Perubahan ini pun dapat terjdi dari kondisi yang tidak
taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya.
Pada konversi tipe kedua ini William James mengakui adanya petunjuk dari
Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan
sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisis yang baru dengan
pencerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Jadi ada semacam petunjuk [hidayah] dari
Tuhan.[4]
Adapun Menurut Zakiyah Daradjat, ada lima faktor yang mempengaruhi
terjadinya konversi agama yaitu; ketegangan perasaan, pengaruh hubungan dengan
tradisi agama, ajakan/ seruan dan sugesti, emosi dan faktor kemauan.
1.
Pertentangan Batin dan Ketegangan Perasaan
Orang-orang yang mengalami konversi agama dimana dalam dirinya
terjadi kegelisahan, gejolak berbagai persoalan yang terkadang tidak mampu
dihadapinya sendiri. Di antara ketegangan dan kegoncangan dalam dirinya karena
tidak mempunyai seseorang dalam menguasai nilai-nilai moral dan agama dalam
hidupnya. Sebenarnya orang tersebut mengetahui mana yang benar untuk dilakukan,
akan tetapi tidak mampu untuk berbuat sehingga mengakibatkan segala yang
dilakukannya serba salah, namun tetap tidak mau melakukan yang benar.
Kepanikan atau kegoncangan jiwa itu kadang membuat orang tiba-tiba
mudah terangsang melihat aktivitas keagamaan seseorang atau kebetulan mendengar
uraian agama yang mampu menggoyahkan keyakinan sebelumnya, karena yang baru itu
dianggapnya dapat memberi ketenangan dari kepuasan batin dan mampu
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.
2.
Pengertian Hubungan dengan tradisi Agama
Di antara pengaruh yang terpenting sehingga terjadi konversi agama
adalah faktor pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya di waktu kecil, dan
keadaan orang tua itu sendiri apakah termasuk orang yang kuat dan tekun
beragama atau tidak.
Faktor lain yang tidak sedikit pengaruhnya dalam konversi agama
adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gereja-gereja. Aktivitas
lembaga keagamaan itu mempunyai pengaruh besar terutama lembaga keagamaan
sosialnya. Kebiasaan di waktu kecil melalui bimbingan-bimbingan di lembaga
keagamaan itulah termasuk salah satu faktor yang memudahkan terjadinya konversi
agama, jika pada usia dewasanya mengalami acuh tak acuh pada agama dan
mengalami konflik jiwa dan ketegangan batin yang tidak teratasi.
1.
Ajakan/ Seruan dan Sugesti
Peristiwa konversi agama terjadi karena ajakan dan sugesti, yang
pada mulanya hanya bersifat dangkal saja atau tidak mendalam tidak sampai pada
perubahan kepribadian, namun jika orang yang mengalami konversi dapat merasakan
ketenangan dan kedamaian batin dalam keyakinan itu dalam kepribadiannya.
Orang-orang yang sedang gelisah mengalami keguncangan batin akan
mudah menerima ajakan dan sugesti atau bujukan dari orang lain, apalagi sugesti
tersebut menjanjikan harapan akan terlepas dari kesengsaraan batin yang sedang
dihadapinya. Karena orang yang sedang gelisah atau guncang batinnya itu
inginnya hanya segera terlepas dari penderitaannya. Dengan datang membawa
nasihat, bujukan dan hadiah-hadiah yang menarik akan menambah simpatik hati
orang-orang yang sedang mengalami kegoncangan tersebut yang sedang membutuhkan
pedoman baru yang dijadikan pedoman dalam hidupnya.
2.
Faktor Emosi
Salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi agama adalah
pengalaman emosional yang dimiliki setiap orang dalam kaitannya dengan agama
mereka.
Berdasarkan penelitian George A. Cob terhadap orang-orang yang
mengalami konversi agama lebih banyak terjadi pada orang-orang yang dikuasai
emosinya, terutama orang yang sedang mengalami kekecewaan akan mudah kena
sugesti, terutama bagi orang emosional.
3.
Faktor Kemauan
Beberapa kasus konversi agama terbukti dari hasil suatu perjuangan
batin dan kemauan yang ingin mengalami konversi, dengan kemauan yang kuat
seseorang akan mampu mencapai puncaknya yaitu dalam dirinya mengalami konversi.
Hal ini dapat diikuti dari riwayat hidup ai-Ghazali yang mengalaminya, bahwa
pekerjaan dan buku-buku yang dikarang bukanlah datang dari keyakinan tapi
datang dari keinginan untuk mencari nama dan pangkat.[5]
Menurut Penido Penido (dalam
Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:
1. Unsur dari dalam diri
(endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran
untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan
keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini
terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur
psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur
psikologis baru yang dipilih.
2. Unsur dari luar (exogenous
origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok
sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan.
Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap
kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh
yang bersangkutan. Sedangkan berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan
factor yang manjadi pendorong konversi (Motivasi konversi). James dan Heirich
(dalam Ramayulis, 2002), banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya
konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang terlibat dalam
berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi
agama di sebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang
mereka tekuni.[6]
C.
PROSES KONVERSI AGAMA
Perubahan yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam bentuk
kerangka proses secara umum, kerangka
proses itu dikemukakan:
1.
Carrier (dalam Ramayulis, 2002)membagi proses tersebut dalam
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.
Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan
motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
b.
Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi
agama yang .Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian
baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
c.
Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta
peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
d.
Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan
suci petunjuk Tuhan.
2.
Prof.Dr. Zakiah. Daradjat (1979) memberikan pendapatnya yang
berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap, yaitu:
a.
Masa tenang, disaat ini kondisi seseorang berada dalam keadaan yang
tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap
apriori (belum mengetahui) terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan
sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam
keadaan tenang dan tentram. Segala sikap dan tingkah laku dan sifat-sifatnya
acuh tak acuh atau menentang agama.
b.
Masa ketidaktenangan, tahap ini berlangsung jika masalah agama
telah mempengaruhi batinnya. Mungkin di karenakan suatu krisis, musibah ataupun
perasaan berdosa yang di alami.Hal tersebut menimbulkan semacam kegoncangan
dalam kehidupan batin sehingga menyebabkan kegoncangan yang berkecamuk dalam
bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu, tegang dan bimbang. Perasaan
tersebut menyebabkan seseorang lebih sensitif dan hampirhampir putus asa dalam
hidupnya dan mudah terkena sugesti. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan
terhadap ide atau kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
c.
Masa konversi, tahap ketiga ini terjadi setelah konflik
batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa
kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun
timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan
pertentangan batin yang terjadi, hidup yang tadinya seperti dilamun ombak atau
di porak porandakan oleh badai topan persoalan, tiba-tiba angin baru berhembus,
sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang
dialami sebagai petunjuk ilahi. Karena
disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap
kepercayaan yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka
terjadilah proses konversi agama.
d.
Masa tenang dan tentram, masa tenang dan tentram yang kedua ini
berbeda dengan tahap yang sebelumnya. Jika pada tahap pertama keadaan itu
dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman pada
tahap ketiga ini di timbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah di
ambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai
pernyataan menerima konsep baru. Setelah krisis konversi lewat dan masa
menyerah di lalui, maka timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa
aman dan damai di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada kesalahan yang patut di sesali, semuanya telah lewat, segala
persoalan menjadi mudah dan terselesaikan. lapang Dada, menjadi pemaaf dan
dengan mudah untuk memaafkan kesalahan orang lain.
e.
Masa ekspressi konversi, sebagai ungkapan dari sikap
menerima, terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya, maka tindak
tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dan peraturan agama yang
dipilih tersebut. Pencerminan
ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan
pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.[7]
3.
Menurut Wasyim (dalam Sudarno, 2000) secara garis besar membagi
proses konversi agama menjadi tiga, yaitu:
a.
Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan karena
adanya gap antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang di sembah. Ditandai
dengan adanya konflik dan perjuangan mental aktif.
b.
Adanya rasa pasrah
Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak adanya realisasi
dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya. Konversi agama menyangkut perubahan
batin seseorang secara mendasar. Segala bentuk kehidupan batin yang semula
mempunyai pola sendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya secara
spontan ditinggalkan sama sekali. Muncul gejala baru berupa perasaan serba
tidak lengkap dan tidak sempurna, perasaan susah yang ditimbulkan oleh
kebimbangan.
Perasaan yang
berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi
kesulitan tersebut harus dicari jalan penyalurannya. Ketenangan batin akan
terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu mamilih pandangan
hidup yang baru dalam kehidupan selanjutnya.
Sebagai hasil
dari pemilihannya terhadap pandangan hidup itu maka seseorang tersebut bersedia
dan mampu untuk memaktikan diri kepada tuntutan-tuntutan dari peraturan-peraturan
dalam pandangan hidup yang dipilihnya. Makin kuat keyakinannya terhadap
kebenaran pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula nilai bakti yag
diberikannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Walter Houston Clork dalam The Psychology of Religion memberikan
pengertian konversi sebagai pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang
mengandung perubahan arah yang cukup berarti dalam sikap terhadap ajaran dan
tindakan agama. Lebih jelas dan tegas lagi konversi agama menunjukkan bahwa
suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah swt secara
mendadak, telah terjadi yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan
mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Adapun Menurut Zakiyah Daradjat, ada lima faktor yang mempengaruhi
terjadinya konversi agama yaitu; ketegangan perasaan, pengaruh hubungan dengan
tradisi agama, ajakan/ seruan dan sugesti, emosi dan faktor kemauan.
Perubahan yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam bentuk
kerangka proses secara umum, kerangka
proses itu dikemukakan:
Menurut Carrier (dalam Ramayulis, 2002)membagi proses tersebut
dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.
Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan
motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
b.
Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi
agama yang .Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian
baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
c.
Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta
peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
d.
Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan
suci petunjuk Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis,
psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007.
Darajat,Zakiah.
Ilmu Jiwa Agama (Jakarta Bulan Bintang. 2005.
Jalaludin, Psikologi
Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
[2]
Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 )
hlm.79
[3]
Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 )
hlm.80
[4]
ibid
[5]
Prof. Dr. Zakiah Darajat. Ilmu Jiwa Agama (Jakarta Bulan Bintang. 2005 )
hlm 184.
[6]
Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 )
hlm.86
[7]
Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 )
hlm.87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar