Rabu, 01 Mei 2013

Konversi Agama


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Psikologi secara umum di pahami sebagai cabang dari filsafat,[1] yang secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan emosi. Namun dalam perjalanannya objek kajian psikologi bergeser kedalam wilayah agama sehingga muncul psikologi agama sebagai cabang dari psikologi itu sendiri.
Sedangkan perhatian bagi psikologi agama meliputi: bentuk-bentuk institusional agama, arti personal terhadap bentuk institusional dan hubungan agama dengan struktur kepribadian. Dalam tulisan ini akan sedikit dibahas mengenai konversi agama perpindahan agama/pertaubatan yang menurut Dr. Jalaludin dalam psikologi agama dikategorikan dalam bab tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
Konversi agama adalah suatu Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.  Adapun Permasalahan dalam materi konversi agama ini, dalam segi pengertian, faktor dan proses .
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dan dijadikan rumusan masalah dalam pembahasan kali ini adalah:
1.      Apa pengertian Konversi Agama ?
2.      Apa faktor penyebab terjadinya Konsersi agama ?
3.      Bagaimana Proses Konversi Agama ?


C.    Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui Apa pengertian Konversi Agama.
2.      Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya Konsersi agama .
3.      Untuk mengetahui Proses Konversi Agama.

D.    Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang dipakai penulis dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan menggunakan metode kepustakaan dan internet.
E.     Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah:
1.      Kata pengantar
2.      Daftar Isi
3.      BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
D.    Metode Penulisan
E.     Sistematika Penulisan
4.      BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Konversi Agama.
B.     faktor penyebab terjadinya Konsersi agama .
C.     Proses Konversi Agama.
5.      BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
6.      DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN KONVERSI AGAMA
Secara Etimologi, Agama berasal dari bahasa latin conversion, yang berarti taubat, pindah, berubah (agama). Kata tersebut selanjutnya dipakai dalam bahasa Inggris conversion, yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from state of from one religion to another). Dari makna-makna kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian; bertaubat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.
Makna konversi agama secara terminologi ada beberapa pengertian. Menurut Prof. Dr. Zakiyah Daradjat menyebutkan konversi agama secara terminologi berarti berlawanan arah, yang dengan sendirinya konversi agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula.[2]
Maksud yang sama, dengan penterjemahan kata konversi agama sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin adalah suatu tindakan di mana seseorang atau kelompok orang yang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan arah dengan kepercayaan sebelumnya. Oleh karena itu mempunyai dua pengertian, pindah dari suatu agama ke agama yang lain atau pindah dari suatu tingkatan pendalaman dalam satu agama ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu dari keadaan belum memahami menjadi memahami dan melaksanakan.
Walter Houston Clork dalam The Psychology of Religion memberikan pengertian konversi sebagai pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan tegas lagi konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah swt secara mendadak, telah terjadi yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Istilah konversi agama ada dua madzhab. Pertama, makna konversi sesuai asal bahasa yakni perubahan. Semua perubahan disebut konversi, baik itu perubahan keyakinan dari Islam ke non Islam ataupun dari non Islam ke Islam yang jelas mengalami perubahan agama. Kedua, konversi agama juga banyak menyangkut masalah psikologi (kejiwaan) manusia dan pengaruh lingkungan dimana manusia berada.
Konversi agama memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
1.      Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2.      Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
3.      Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
4.      Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari yang Maha Kuasa.

B.     FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KONVERSI AGAMA

Beberapa ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi. William James dalam bukunya “The varietes of religious experience” dan Max Heirich dalam bukunya “change of heart” banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut.
Dalam buku tersebut diuraikan pendapat para ahli yang terlibat dalam berbagai disiplin ilmu. Masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung di dominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.

1.      Para ahli agama mengatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh supranatural berperanan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
2.      Para ahli sosiologi berpendapat yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial.
3.      Para ahli psikologi berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan batin seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang terang dan tenteram.[3]
Dalam uraian William james yang meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agam menyimpulkan sebagai berikut:
1.      Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul presepsi baru, dalam suatu bentuk ide yang bersemi secara mantap.
2.      Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak tanpa suatu proses.
Berdasarkan gejala tersebut maka dengan meminjam istilah yang digunakan starbuckia membagi konversi agama menjadi dua tipe yaitu :
a.       Tipe Volitional
Konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
b.      Tipe Self-Surrender [Perubahan Drastis]
Konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi sevcara mrndadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan ini pun dapat terjdi dari kondisi yang tidak taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya.
Pada konversi tipe kedua ini William James mengakui adanya petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisis yang baru dengan pencerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Jadi ada semacam petunjuk [hidayah] dari Tuhan.[4]
Adapun Menurut Zakiyah Daradjat, ada lima faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama yaitu; ketegangan perasaan, pengaruh hubungan dengan tradisi agama, ajakan/ seruan dan sugesti, emosi dan faktor kemauan.
1.      Pertentangan Batin dan Ketegangan Perasaan
Orang-orang yang mengalami konversi agama dimana dalam dirinya terjadi kegelisahan, gejolak berbagai persoalan yang terkadang tidak mampu dihadapinya sendiri. Di antara ketegangan dan kegoncangan dalam dirinya karena tidak mempunyai seseorang dalam menguasai nilai-nilai moral dan agama dalam hidupnya. Sebenarnya orang tersebut mengetahui mana yang benar untuk dilakukan, akan tetapi tidak mampu untuk berbuat sehingga mengakibatkan segala yang dilakukannya serba salah, namun tetap tidak mau melakukan yang benar.
Kepanikan atau kegoncangan jiwa itu kadang membuat orang tiba-tiba mudah terangsang melihat aktivitas keagamaan seseorang atau kebetulan mendengar uraian agama yang mampu menggoyahkan keyakinan sebelumnya, karena yang baru itu dianggapnya dapat memberi ketenangan dari kepuasan batin dan mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.
2.      Pengertian Hubungan dengan tradisi Agama
Di antara pengaruh yang terpenting sehingga terjadi konversi agama adalah faktor pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya di waktu kecil, dan keadaan orang tua itu sendiri apakah termasuk orang yang kuat dan tekun beragama atau tidak.
Faktor lain yang tidak sedikit pengaruhnya dalam konversi agama adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gereja-gereja. Aktivitas lembaga keagamaan itu mempunyai pengaruh besar terutama lembaga keagamaan sosialnya. Kebiasaan di waktu kecil melalui bimbingan-bimbingan di lembaga keagamaan itulah termasuk salah satu faktor yang memudahkan terjadinya konversi agama, jika pada usia dewasanya mengalami acuh tak acuh pada agama dan mengalami konflik jiwa dan ketegangan batin yang tidak teratasi.
1.      Ajakan/ Seruan dan Sugesti
Peristiwa konversi agama terjadi karena ajakan dan sugesti, yang pada mulanya hanya bersifat dangkal saja atau tidak mendalam tidak sampai pada perubahan kepribadian, namun jika orang yang mengalami konversi dapat merasakan ketenangan dan kedamaian batin dalam keyakinan itu dalam kepribadiannya.
Orang-orang yang sedang gelisah mengalami keguncangan batin akan mudah menerima ajakan dan sugesti atau bujukan dari orang lain, apalagi sugesti tersebut menjanjikan harapan akan terlepas dari kesengsaraan batin yang sedang dihadapinya. Karena orang yang sedang gelisah atau guncang batinnya itu inginnya hanya segera terlepas dari penderitaannya. Dengan datang membawa nasihat, bujukan dan hadiah-hadiah yang menarik akan menambah simpatik hati orang-orang yang sedang mengalami kegoncangan tersebut yang sedang membutuhkan pedoman baru yang dijadikan pedoman dalam hidupnya.
2.      Faktor Emosi
Salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi agama adalah pengalaman emosional yang dimiliki setiap orang dalam kaitannya dengan agama mereka.
Berdasarkan penelitian George A. Cob terhadap orang-orang yang mengalami konversi agama lebih banyak terjadi pada orang-orang yang dikuasai emosinya, terutama orang yang sedang mengalami kekecewaan akan mudah kena sugesti, terutama bagi orang emosional.
3.      Faktor Kemauan
Beberapa kasus konversi agama terbukti dari hasil suatu perjuangan batin dan kemauan yang ingin mengalami konversi, dengan kemauan yang kuat seseorang akan mampu mencapai puncaknya yaitu dalam dirinya mengalami konversi. Hal ini dapat diikuti dari riwayat hidup ai-Ghazali yang mengalaminya, bahwa pekerjaan dan buku-buku yang dikarang bukanlah datang dari keyakinan tapi datang dari keinginan untuk mencari nama dan pangkat.[5]
Menurut Penido Penido (dalam Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:
1. Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
2. Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan factor yang manjadi pendorong konversi (Motivasi konversi). James dan Heirich (dalam Ramayulis, 2002), banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang terlibat dalam berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama di sebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.[6]
C.    PROSES KONVERSI AGAMA
Perubahan yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum, kerangka proses itu dikemukakan:
1.      Carrier (dalam Ramayulis, 2002)membagi proses tersebut dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
b.      Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang  .Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
c.       Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
d.      Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.
2.      Prof.Dr. Zakiah. Daradjat (1979) memberikan pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap, yaitu:
a.       Masa tenang, disaat ini kondisi seseorang berada dalam keadaan yang tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori (belum mengetahui) terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tentram. Segala sikap dan tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh atau menentang agama.
b.      Masa ketidaktenangan, tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin di karenakan suatu krisis, musibah ataupun perasaan berdosa yang di alami.Hal tersebut menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batin sehingga menyebabkan kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, panik, putus asa, ragu, tegang dan bimbang. Perasaan tersebut menyebabkan seseorang lebih sensitif dan hampirhampir putus asa dalam hidupnya dan mudah terkena sugesti. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
c.       Masa konversi, tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, hidup yang tadinya seperti dilamun ombak atau di porak porandakan oleh badai topan persoalan, tiba-tiba angin baru berhembus, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi. Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap kepercayaan yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.
d.      Masa tenang dan tentram, masa tenang dan tentram yang kedua ini berbeda dengan tahap yang sebelumnya. Jika pada tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman pada tahap ketiga ini di timbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah di ambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru. Setelah krisis konversi lewat dan masa menyerah di lalui, maka timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa aman dan damai di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada kesalahan yang patut di sesali, semuanya telah lewat, segala persoalan menjadi mudah dan terselesaikan. lapang Dada, menjadi pemaaf dan dengan mudah untuk memaafkan kesalahan orang lain.
e.       Masa ekspressi konversi, sebagai ungkapan dari sikap menerima, terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya, maka tindak tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.[7]
3.      Menurut Wasyim (dalam Sudarno, 2000) secara garis besar membagi proses konversi agama menjadi tiga, yaitu:
a.       Masa Gelisah (unsert), kegelisahan atau ketidaktenangan karena adanya gap antara seseorang yang beragama dengan Tuhan yang di sembah. Ditandai dengan adanya konflik dan perjuangan mental aktif.
b.      Adanya rasa pasrah
Pertumbuhan secara perkembangan yang logis, yakni tampak adanya realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.  Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Segala bentuk kehidupan batin yang semula mempunyai pola sendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya secara spontan ditinggalkan sama sekali. Muncul gejala baru berupa perasaan serba tidak lengkap dan tidak sempurna, perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan.
Perasaan yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan penyalurannya. Ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu mamilih pandangan hidup yang baru dalam kehidupan selanjutnya.
Sebagai hasil dari pemilihannya terhadap pandangan hidup itu maka seseorang tersebut bersedia dan mampu untuk memaktikan diri kepada tuntutan-tuntutan dari peraturan-peraturan dalam pandangan hidup yang dipilihnya. Makin kuat keyakinannya terhadap kebenaran pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula nilai bakti yag diberikannya.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Walter Houston Clork dalam The Psychology of Religion memberikan pengertian konversi sebagai pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan tegas lagi konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah swt secara mendadak, telah terjadi yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Adapun Menurut Zakiyah Daradjat, ada lima faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama yaitu; ketegangan perasaan, pengaruh hubungan dengan tradisi agama, ajakan/ seruan dan sugesti, emosi dan faktor kemauan.
Perubahan yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum, kerangka proses itu dikemukakan:
Menurut Carrier (dalam Ramayulis, 2002)membagi proses tersebut dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.       Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
b.      Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang  .Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
c.       Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
d.      Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.

 DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007.
Darajat,Zakiah. Ilmu Jiwa Agama (Jakarta Bulan Bintang. 2005.
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.



[1] Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 7.

[2] Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 ) hlm.79
[3] Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 ) hlm.80
[4] ibid
[5] Prof. Dr. Zakiah Darajat. Ilmu Jiwa Agama (Jakarta Bulan Bintang. 2005 ) hlm 184.
[6] Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 ) hlm.86
[7] Prof. Dr. H. Ramayulis, psikologi Agama (jakarta. Klam Mulia 2007 ) hlm.87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar